
Tasikmalaya. Ini adalah kegundagan dari seorang guru, yang melihat realitas di lapangan akan seringnya ditemukan berbagai penyimpangan dan kecurangan dalam pelaksaan Ujian Nasional di Sekolah. Ketika terjadi kasus penyimpangan atau kesalahan dimana kita termasuk di dalam sistemnya, seringkali kita tidak berani untuk mengungkapkannya dengan alasan takut disalahkan atau diberikan sanksi oleh atasan. Wal hasil peyimpangan itu semakin lama semakin jauh, karena terus-menerus terjadi dan tidak pernah ada perbaikan. Contoh kasus di lingkungan pendidikan misalnya dalam kasus terjadi berbagai kecurangan seperti contek massal dalam pelaksanaan UN, banyak kalangan sepertinya menutup mata seolah-olah tidak terjadi apa-apa, baru sesuddah kasus itu meletup dan terungkap ke media massa, orang-orang banyak yang bicara. Padahal kasus semacam ini, banyak terjadi dan tidak mustahil praktek ini sudah lama dilakukan, maka diperlukanlah suatu keberanian untuk mengungkap berbagai penyimpangan ini, demi menyelamatkan dan meluruskan kembali hakekat dari pelaksanaan UN ini.

Sangat disayangkan, biaya penyelenggaran UN yang jumlahnya milyaran rupiah untuk setiap jenjang pendidikan ini hanya menghasilkan laporan hasil UN yang palsu alias tidak murni. Saya berani berkata, karena sangat mudah untuk membuktikannya. Di sekolah biasanya, suka diadakan Try Out atau uji coba pelaksanaan UN. Hasil yang diperoleh itu, kebanyakan lebih dari 80 % tidak lulus, tapi mengapa setelah UN bisa lulus semuanya dengan hasil yang sangat memuaskan, bahkan banyak ditemui siswa-siswa yang nilai 10 (sempurna). Bukan mustahil, tapi jauh sari kemungkinan besar, sebab kita khususnya guru yang ada di lapangan, mengetahui betul kemampuan anak didik kita.
Ya, dengan alasan ketakutan akan ketidaklulusan yang menghantui setiap pelaksanaan UN, maka berbagai carapun sering dilakukan. Ini bisa dipahami, siapa orangnya yang tidak mau lulus. Baik bagi siswa, sekolah, orang tua bahkan dinas pendidikan setempatpun tentu akan sangat kecewa. Tetapi tidak disadari, berbagai praktek kecurangan itu telah meracuni mental dan berfikir anak, bahkan idealisme gurupun untuk mengevaluasi hasil belajar secara murni seolah-olah dibuang jauh. Yang paling berbahaya, penyakit mencontek atau kecurangan lainnya, akan terbawa terus sampai dewasa yang tidak mustahil akan melahirkan siswa-siswa yang munafik, menipu atau bermental korup.
Intinya, diperlukan keberanian untuk mengunkapkan suatu kebenaran walau pun harus pahit menerimanya, sebagaimana sabda Nabi SAW "qulil haq wa lau kana murron" (al Hadits). Apa yang harus kita lakukan? Adalah yang pertama, keberanian untuk mengungkap kebenaran ini, yang kedua kerelaan hati untuk mengevaluasi lagi pelaksanaan UN di sekolah efektivitas dan madharatnya, yang ketiga diusulkan untuk mengembalikan sistem UN ini ke EBTANAS seperti dulu yang notabene lebih murni dan refresentatif tanpa harus berfikir mundur lagi ke belakang, yang keempat jangan lagi ada penekanan dari dinas pendidikan setempat untuk menekankan kelulusan 100 % siswanya tanpa melihat realitas sebenarnya di lapangan.
Ini sekedar curahan hati bagi seorang guru di lapangan, mudah-mudahan bisa mendapat perhatian dari pihak yang berwenang dan juga bisa mendapat tanggapan dari berbagai kalangan siapa saja demi kemajuan dunia pendidikan yang kita cintai ini. Amiin!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar!