Running Posted

Senin, 07 Maret 2011

Feodalisme di Masa Kini


Bangsa Indonesia mempunyai pengalaman pahit pada masa kolonialisme yaitu pernah dijajah lebih dari tiga setengah abad lamanya oleh Belanda, Jepang ddan Portugis di Timur Leste. Yang menanamkan faham dan budaya feodalisme dan kolonialisme, begitu mengakar di negeri ini, ditunjang dengan kekuasaan monarki (kerajaan) pada waktu itu begitu kuat. Kini, walaupun notabene sudah merdeka, ternyata faham dan budaya itu masih kental dan melekat di sebagian kalangan, sehingga sering menimbulkan benturan-benturan baik di kalalangan pejabat, demokrat maupun tehnokrat sekalipun, termasuk di lingkungan kecil kita sehari-hari baik di lembaga-lembaga pendidikan apalagi di aparatur pemerintah. Untuk itulah saya mencoba mengupas mengenai apa itu Feodalisme dan Kolonialisme tersebut, saya kutif deh dari Wikipedia salah satunya.
Feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Dalam pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin, feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).

Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.

Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali kata ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian politiknya.

Istilah feodalisme erat kaitannya dengan kolonialisme pada masa-masa imperialisme, dan pada bidang ekonomi identik pula dengan kapitalime dan sistem monopoli kekuasaan.

Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan.

Pendukung dari kolonialisme berpendapat bahwa hukum kolonial menguntungkan negara yang dikolonikan dengan mengembangkan infrastruktur ekonomi dan politik yang dibutuhkan untuk pemodernisasian dan demokrasi. Mereka menunjuk ke bekas koloni seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Hong Kong dan Singapura sebagai contoh sukses pasca-kolonialisme.

Peneori ketergantungan seperti Andre Gunder Frank, berpendapat bahwa kolonialisme sebenarnya menuju ke pemindahan kekayaan dari daerah yang dikolonisasi ke daerah pengkolonisasi, dan menghambat kesuksesan pengembangan ekonomi.

Pengkritik post-kolonialisme seperti Franz Fanon berpendapat bahwa kolonialisme merusak politik, psikologi, dan moral negara terkolonisasi.

Penulis dan politikus India Arundhati Roy berkata bahwa perdebatan antara pro dan kontra dari kolonialisme/ imperialisme adalah seperti "mendebatkan pro dan kontra pemerkosaan".

Lihat juga neokolonialisme sebagai kelanjutan dari dominasi dan eksploitasi dari negara yang sama dengan cara yang berbeda (dan sering kali dengan tujuan yang sama).

Pada masa penjajahan dahulu, pemerintahaan kolonialisme Belanda menjalankan roda kekuasaannya sering kali bekerja sama dan memanfa'atkan kaum bangsawan dan para penguasa setempat (feodalisme) seperti kaum bangsawan keraton (ningrat) dan tuan tanah-tuan tanah, sehingga erat kaitannya antara kolonialisme dan feodalisme ini.
Pada masa sekarang pun, meski kolonialisme sudah tidak ada di Bumi Pertiwi akan tetapi praktek dan budaya feodalismenya masih ada terasa. Dan ini terus mengakar di sebagian kalangan aparat pemerintahan maupun di kalangan birokrat-birokrat, seperti para politisi sekalipun. Budaya dan faham inilah yang harus kita bersihkan, karena tidak sejalan dengan amanat Pembukaan UUD '45 apalagi dengan Al Qur'an.

Kitab suci Al Qur'an, mengajarkan bahwa setiap manusia itu derjat dan martabatnya sama, hanya orang-orang yang bertaqwalah yang dianggap lebih mulya di pandangan Allah SWT.
"Inna akromakum 'indallahu atqookum, .. "(Al Qur'an).
Sumber: Al Qur'anul Kariim dan wikipedia.org.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungannya, silahkan tinggalkan komentar!